Drama dapat dipertunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti pementasan teater, sandiwara, lenong, film, sinetron, dan sebagainya. Semua bentuk drama itu tercipta dari dialog-dialog yang diperankan oleh pemain-pemain dengan didukung latar yang sesuai. Drama dapat memukau penonton jika pemain berhasil memerankan tokoh drama dengan karakter yang sesuai.
          Unsur-unsur yang terdapat dalam drama:                                                                                                             * Konflik adalah ketegangan di dalam cerita rekaan atau drama; pertentangan antara dua kekuatan. Pertentangan ini dapat
terjadi dalam diri satu tokoh, antara dua tokoh, antara tokoh dan masyarakat lingkungannya, antara tokoh dan alam, serta
antara tokoh dan Tuhan. Istilah lain: tikaian.
* Dialog adalah (1) percakapan di dalam karya sastra antara dua tokoh atau lebih; (2) karangan yang menggambarkan percakapan di antara dua tokoh atau lebih. Di dalam dialog tercermin pertukaran pikiran atau pendapat; dipakai di dalam drama, novel, cerita pendek, dan puisi naratif untuk mengungkapkan watak tokoh dan melancarkan lakuan.
* Peristiwa adalah kejadian yang penting, khususnya yang berhubungan dengan atau merupakan peristiwa yang mendahuluinya.
* Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berkelakuan di dalam berbagai peristiwa dalam cerita.
* Watak (Character) adalah sifat dan ciri yang terdapat pada tokoh, kualitas nalar dan jiwanya yang membedakannya dari tokoh      lain 
* Alur ialah rangkaian cerita atau peristiwa yang menggerakkan jalan cerita dari awal (pengenalan), konflik, perumitan, klimaks,
   dan penyelesaian.
* Episode ialah bagian pendek sebuah drama yang seakan-akan berdiri sendiri, tetapi tetap merupakan bagian alur utamanya.
(Panuti Sudjiman, 1990)
           Menanggapi Pementasan Drama
           Drama sebagai salah satu bentuk tontonan sering kita sebut dengan istilah teater, lakon, sandiwara, atau tonil. Menurut perkembangannya, bentuk drama di Indonesia mulai pesat pada masa pendudukan Jepang. Hal itu terjadi karena pada masa itu drama menjadi sarana hiburan bagi masyarakat sebab pada masa itu film dilarang karena dianggap berbau Belanda.                                Unsur dalam drama tidak jauh berbeda dengan unsur dalam cerpen, novel, maupun roman. Dialog menjadi ciri formal drama yang membedakannya dengan bentuk prosa yang lain. Selain dialog, terdapat plot/alur, karakter/tokoh, dan latar/setting. Apabila drama sebagai naskah itu dipentaskan, maka harus dilengkapi dengan unsur: gerak, tata busana, tata rias, tata panggung, tata bunyi, dan tata sinar.                                                                                                                                        Dialog dalam drama memiliki fungsi sebagai berikut.
a. Melukiskan watak tokoh-tokoh dalam cerita.
b. Mengembangkan plot dan menjelaskan isi cerita kepada pembaca atau penonton.
c. Memberikan isyarat peristiwa yang mendahuluinya.
d. Memberikan isyarat peristiwa yang akan datang.
e. Memberikan komentar terhadap peristiwa yang sedang terjadi dalam drama tersebut.
          Menghayati Watak Tokoh
          Ketika Anda akan mementaskan naskah drama, pemilihan pemain harus dipertimbangkan dengan tepat. Pemain dalam drama harus benar-benar menghayati watak tokoh yang dimainkan. Supaya dapat menghayati watak tokoh dengan benar, pemain harus membaca dan mempelajari naskah drama dengan cermat.
          Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pemain drama adalah:
a. kemampuan calon pemain,
b. kesesuaian postur tubuh, tipe gerak, dan suara yang dimiliki calon pemain dengan tokoh yang akan dimainkan,
c. kesanggupan calon pemain untuk memerankan tokoh dalam drama.
          Jika ketiga hal di atas dapat dipenuhi oleh calon pemain, akan mempermudah dalam penghayatan watak tokoh dalam drama yang akan dipentaskan. Hal lain yang harus diperhatikan, saat Anda akan menghayati watak tokoh dalam drama yang akan diperankan adalah sebagai berikut:
􀂆 Pahamilah ciri-ciri fisik tokoh yang diperankan, seperti jenis kelamin, umur, penampilan fisik, dan kondisi kesehatan tokoh.
􀂆 Pahamilah ciri-ciri sosial tokoh yang diperankan, seperti pekerjaan, kelas sosial, latar belakang keluarga, dan status tokohyang        akan diperankan.
􀂆 Pahamilah ciri-ciri nonfisik tokoh, seperti pandangan hidup dan keadaan batin.
􀂆 Pahamilah ciri-ciri perilaku tokoh dalam menghadapi dan menyelesaikan sebuah konflik.
          Pementasan Drama
Hal-hal yang dipersiapkan dalam pementasan drama adalah:
􀂆 Sutradara (pemimpin pementasan),
􀂆 Penulis naskah (penulis cerita),
􀂆 Penata artistik (pengatur setting, lighting, dan properti),
􀂆 Penata musik (pengatur musik, pengiring, dan efek-efek suara),
􀂆 Penata kostum (perancang pakaian sesuai dengan peran),
􀂆 Penata rias (perancang rias sesuai dengan peran),
􀂆 Penata tari/koreografer (penata gerak dalam pementasan),
􀂆 Pemain (orang yang memerankan tokoh),

          Mengenal Unsur-unsur Drama
Drama memeliki dua aspek, yaitu aspek cerita dan aspek pementasan.
a. Aspek cerita
   Aspek cerita mengungkapkan peristiwa atau kejadian yang dialami pelaku. Kadang-kadang pada kesan itu tersirat pesan
tertentu. Keterpaduan kesan dan pesan ini terangkum dalam cerita yang dilukiskan dalam drama.
b. Aspek pementasan
   Aspek pementasan drama dalam arti sesungguhnya ialah pertunjukan di atas panggung berupa pementasan cerita tertentu
oleh para pelaku. Pementasan ini didukung oleh dekorasi panggung, tata lampu, tata musik dsb.                                                        Kekhasan naskah drama dari karya sastra yang lain ialah adanya dialog, alur, dan episode. Dialog drama biasanya disusun dalam bentuk skenario (rencana lakon sandiwara secara terperinci).
Drama memiliki bentuk yang bermacam-macam, yaitu:
1. Tragedi ialah drama duka yang menampilkan pelakunya terlibat
dalam pertikaian serius yang menimpanya sehingga menimbulkan
takut, ngeri, menyedihkan sehingga menimbulkan tumpuan rasa
kasihan penonton.
2. Melodrama ialah lakon yang sangat sentimental dengan pementasan
yang mendebarkan dan mengharukan penggarapan alur
dan lakon yang berlebihan sehingga sering penokohan kurang
diperhatikan.
3. Komedi ialah lakon ringan untuk menghibur namun berisikan
sindiran halus. Para pelaku berusaha menciptakan situasi yang
menggelikan.
4. Force ialah pertunjukan jenaka yang mengutamakan kelucuan.
Namun di dalamnya tidak terdapat unsur sindiran. Para pelakunya
berusaha berbuat kejenakaan tentang diri mereka masingmasing.
5. Satire, kelucuan dalam hidup yang ditanggapi dengan kesungguhan
biasanya digunakan untuk melakukan kecaman/kritik
terselubung.                                                                                                                                                                           Memerankan Drama
            Seorang dramawan yang baik hendaknya menguasai teknik peran. Teknik peran (acting) adalah cara mendayagunakan peralatan ekspresi (baik jasmani maupun rohani) serta keterampilan dalam menggunakan unsur penunjang. Yang termasuk keterampilan menggunakan alat ekspresi jasmani adalah keterampilan menggunakan tubuh, kelenturan tubuh, kewajaran bertingkah laku, kemahiran dalam vokal, dan kekayaan imajinasi yang diwujudkan dalam tingkah laku.
            Adapun peralatan ekspresi yang bersifat kejiwaan ialah imajinasi, emosi, kemauan, daya ingat, inteligensi, perasaan, dan pikiran. Oleh seorang pemeran drama, watak tokoh akan digambarkan dengan:
􀂆 penampilan fisik (gagah, bongkok, kurus, dan sebagainya);
􀂆 penampilan laku fisik (lamban, keras, dinamis, dan sebagainya);
􀂆 penampilan vokal (lafal kata-kata, dialog, nyanyian, dan sebagainya); dan
􀂆 penampilan emosi dan IQ (pemarah, cengeng, licik, dan sebagainya).
             Hal tersebut dapat dipelajari dan dilatih dengan olah vokal/suara dan olah sukma. Seorang pemain drama yang baik adalah seorang yang memiliki kemampuan:
􀂆 berakting dengan wajar;
􀂆 menjiwai atau menghayati peran;
􀂆 terampil dan kreatif;
􀂆 berdaya imajinasi kuat; dan
􀂆 mengesankan (meyakinkan penonton).
            Agar mempunyai kemampuan sebagai pemain drama yang baik, selain memperhatikan lima hal yang berkaitan dengan pembacaan naskah ada empat hal lagi yang harus diperhatikan.
A. Ekspresi wajah
1. Ekspresi mata
          Mata merupakan pusat ekspresi sehingga harus diolah, dilatih, dan disesuaikan terlebih dahulu sesuai dengan berbagai emosi. Cobalah berlatih di depan cermin untuk menunjukkan rasa girang, marah, dan sebagainya dengan berimajinasi/membayangkan suatu hal!
2. Ekspresi mulut
          Sesudah ekspresi mata dilatih/disesuaikan, baru ekspresi mulut, karena perasaan yang terpancar dari mata merambat
ke mulut dengan cara yang sama. Usahakan ekspresi mata sejalan/sesuai dengan ekspresi mulut sehingga keduanya saling mendukung dan mempertegas emosi yang akan ditonjolkan melalui ekspresi seluruh wajah.
2. Keterampilan kaki
          Pemain pemula banyak yang berpenampilan kaku karena kaki seperti tertancap paku. Kaki harus membuat pemain lebih hidup. Maka harus diusahakan posisi kaki mengikuti arah muka. Jika muka bergerak ke kiri, ikutilah dengan mengubah posisi kaki
dan tubuh ke kiri juga.
3. Suara dan ucapan
          Jika kita bermain tanpa pengeras suara, maka dituntut suara yang lantang agar dapat meraih sejauh mungkin pendengar.
Yang penting di sini adalah bagaimana agar suara kita dapat jelas terdengar tapi tidak memekik. Banyak orang berbicara dengan rahang dan bibir hampir-hampir tertutup dan tidak digunakan semestinya. Turunkan rahang dan lidah. Buka bibir dan letupkan suara. Atau berlatihlah dengan menguap yang seakan-akan mengantuk, kemudian turunkan rahang dan suarakan vokal/ huruf hidup.
4. Penafsiran/Interpretasi
          Dalam penafsiran seorang pemain harus memahami keseluruhan cerita yang dijalin dalam plot tertentu serta mengenal watak tokoh yang diperankannya. Kegiatan ini dapat menjadi kerjasama antara sutradara dan pemain/aktor dalam memahami naskah.
 
          Kegiatan membaca puisi (poetry reading) mulai populer sejak hadirnya kembali WS. Rendra dari kelananya di Amerika Serikat. Agar Anda dapat membaca puisi dengan baik perlu memperhatikan hal-hal berikut:                                       *Interpretasi (penafsiran)
Untuk memahami sebuah puisi kita harus dapat menangkap simbol-simbol atau lambang-lambang yang dipergunakan oleh
penyair. Bila kita salah dalam menafsirkan makna simbol/lambang, kita dapat salah dalam memahami isinya.
*Teknik vokal
Untuk pengucapan yang komunikatif diperlukan penguasaan intonasi, diksi, jeda, enjambemen, dan lafal yang tepat.
*Performance (penampilan)
Dalam hal ini pembaca puisi dituntut untuk dapat memahami pentas dan publik.
          Pembaca puisi juga dapat menunjukkan sikap dan penampilan yang meyakinkan. Berani menatap penonton dan mengatur ekspresi yang tidak berlebihan. Selain itu, pembaca puisi harus memperhatikan pula irama serta mimik. Mimik merupakan petunjuk apakah seseorang sudah benar-benar dapat menjiwai atau meresapkan isi puisi itu. Harmonisasi antara mimik dengan isi (maksud) puisi merupakan puncak keberhasilan dalam membaca puisi.
          Ingatlah tidak setiap puisi dapat dibaca (dilisankan) tanpa menempatkan tanda tafsir pengucapannya terlebih dahulu. Adakalanya Anda menemui deretan baris atau bait yang satu dengan yang lain mempunyai jalinan pengucapan atau ada pula yang secara tertulis terpisah, sehingga perlu jeda. Bila Anda kurang tepat dalam memberi jeda, akan dapat mengaburkan maknanya.
          Seorang penyair mempunyai beberapa kiat agar puisinya dapat dicerna atau dinikmati pembaca. Penyair kerap menampilkan gambar angan atau citraan dalam puisinya. Melalui citraan penikmat sajak memperoleh gambaran yang jelas, suasana khusus atau gambaran yang menghidupkan alam pikiran dan perasaan penyairnya.
          Perhatikan kutipan sajak Amir Hamzah berikut ini:
Nanar aku gila sasar
Sayang berulang padamu jua
Engkau pelik menarik ingin
Serupa dara di balik tirai
          Dalam puisi di atas citraan penglihatan yang terasa ada dalam angan-angan pembaca. Pembaca seolah melihat sosok wanita rupawan yang mengintai dari balik tirai.
          Di samping citraan/imajinasi visual (yang menimbulkan pembaca seolah-olah dapat melihat sesuatu setelah membaca kata-kata tertentu), terdapat pula imajinasi lain, seperti imajinasi auditory (pendengaran), imajinasi articulatory (seolah mendengar kata-kata tertentu), imajinasi alfaktory (seolah membau/mencium sesuatu), imajinasi organik (seolah Anda seperti merasa lesu, capek, ngantuk, lapar, dan sebagainya).
          Setelah Anda dapat menafsirkan lambang-lambang dalam puisi, untuk mewujudkan keutuhan makna, Anda dapat lakukan langkah parafrasa puisi, memberi tanda jeda, serta tekanan atau intonasinya.                                                                                  Yang perlu diingat bahwa dalam mencoba memahami sebuah puisi perlu memperhatikan judul, arti kata, imajinasi, simbol, pigura bahasa, bunyi/rima, ritme/irama, serta tema puisi.
          Dengan Kasih Sayang
Dengan kasih sayang
kita simpan bedil dan kelewang.
Punahlah gairah pada darah.
Jangan!
Jangan dibunuh para lintah darat ciumlah mesra anak
jadah tak berayah dan sumbatkan jarimu pada mulut
peletupan karna darah para bajak dan perompak akan
mudah mendidih oleh pelor.
Mereka bukan tapir atau badak hatinya pun berurusan
cinta kasih seperti jendela terbuka bagi angin sejuk!
Kita yang sering kehabisan cinta untuk mereka cuma
membenci yang nampak rompak.
Hati tak bisa berpelukan dengan hati mereka.
Terlampau terbatas pada lahiriah masing pihak.
Lahiriah yang terlalu banyak meminta!
Terhadap sajak yang paling utopis bacalah dengan
senyuman yang sabar.
Jangan dibenci kaum pembunuh.
Jangan dibiarkan anak bayi mati sendiri.
Kere-kere jangan mengemis lagi.
Dan terhadap penjahat yang paling laknat pandanglah
dari jendela hati yang bersih.
                                                             WS. Rendra (Dikutip dari Empat Kumpulan Sajak                                                  
          Bulan Kota Jakarta
Bulan telah pingsan
di atas kota Jakarta tapi tak seorang menatapnya!
O, getirnya kulit limau!
O, betapa lunglainya!
Bulan telah pingsan.
Mama,bulan telah pingsan.
Menusuk tikaman beracun
dari lampu-lampu kota Jakarta
dan gedung-gedung tak berdarah
berpaling dari bundanya.
Bulannya! Bulannya!
Jamur bundar kedinginan
bocah pucat tanpa mainan, pesta tanpa bunga.
O, kurindu napas gaib!
O, kurindu sihir mata langit!
Bulan merambat-rambat.
Mama, betapa sepi dan sendirinya!
Begitu mati napas tabuh-tabuhan
maka penari pejamkan mata-matanya                                                                                                                       Bulan telah pingsan
di atas kota Jakarta
tapi tak seorang menatapnya.
Bulanku! Bulanku!
Tidurlah, sayang di hatiku!
                                                  WS. Rendra (Dikutip dari Empat Kumpulan Sajak)
          Kepada Peminta-minta
Baik, baik, aku akan menghadap Dia
Menyerahkan diri dan segala dosa
Tapi jangan tentang lagi aku
Nanti darahku jadi beku
Jangan lagi kau bercerita
Sudah tercacar semua di muka
Nanah meleleh dari muka
Sambil berjalan kau usap juga
Bersuara tiap kau melangkah
Mengerang tiap kau memandang
Menetes dari suasana kau datang
Sembarang kau merebah.
Mengganggu dalam mimpiku
Menghempas aku di bumi keras
Di bibirku terasa pedas
Mengaduk-aduk telingaku
Baik,baik, aku akan menghadap Dia
Menyerahkan diri dan segala dosa
Tapi jangan tentang lagi aku
Nanti darahku jadi beku.
                                            Chairil Anwar (Dikutip dari Deru Campur Debu)
     DOA
Kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
dipintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
                                              Chairil Anwar (Dikutip dari Deru Campur Debu)
          Lagu Seorang Gerilya
Engkau melayang jauh, kekasihku.
Engkau mandi cahaya matahari.
Aku di sini memandangmu, menyandang senapan,
berbendera pusaka.
Di antara pohon-pohon pisang di kampung kita yang
berdebu, engkau berkudung selendang katun di
kepalamu.
Engkau menjadi suatu keindahan, sementara dari jauh
resimen tank penindas terdengar menderu.
Malam bermandi cahaya matahari, kehijauan
menyelimuti medan perang yang membara.
Di dalam hutan tembakan mortir, kekasihku, engkau
menjadi pelangi yang agung dan syahdu
Peluruku habis dan darah muncrat dari dadaku.
Maka di saat seperti itu kamu menyanyikan lagu-lagu
perjuangan bersama kakek-kakekku yang telah gugur
di dalam berjuang membela rakyat jelata.
                                                         2 September 1977, Jakarta
* Puisi ini aku tulis untuk putraku, Isaias Sadewa
   WS. Rendra 
Dikutip dari Potret Pembangunan dalam Puis

 
          Dalam penggunaan bahasa, untuk berbagai keperluan, baik lisan maupun tulisan, baik resmi maupun tidak resmi, kita sering menggunakan atau menemukan penggunaan majas. Penggunaan majas tersebut salah satunya untuk mengungkapkan suatu maksud. Untuk mempermudah pemahaman Anda, di bawah ini akan diuraikan macam-macam majas, sebagai berikut.         
1. Litotes
Majas yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri. Sesuatu hal dinyatakan kurang dari keadaan sebenarnya atau suatu pikiran dinyatakan dengan menyangkal lawan katanya. Contoh:
a. Kedudukan saya ini tidak ada artinya sama sekali.
b. Apa yang kami hadiahkan ini sebenarnya tidak ada artinya sama sekali bagimu.
2. Paradoks
Majas yang mengandung pertentangan nyata dengan fakta-fakta yang ada. Paradoks dapat juga berarti semua hal yang menarik perhatian karena kebenarannya. Contoh:
a. Ia mati kelaparan di tengah-tengah kekayaan yang berlimpah-limpah.
b. Dina merasa kesepian di tengah-tengah keramaian kota.
3. Pleonasme
Majas ini mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang diperlukan. Contoh:
a. Saya telah mendengar hal itu dengan telinga saya sendiri.
b. Saya melihat kejadian itu dengan mata kepala saya sendiri.
4. Elipsis
Majas ini berwujud menghilangkan suatu unsur kalimat yang dengan mudah dapat diisi atau ditafsirkan sendiri oleh pembaca atau
pendengar, sehingga struktur gramatikal atau kalimatnya memenuhi pola yang berlaku. Contoh:
Masihkah kau tidak percaya bahwa dari segi fisik engkau tak apa-apa, badanmu sehat; tetapi psikis ... .
5. Metonimia
Majas ini mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat. Contoh:
Pena lebih berbahaya dari pedang.
6. Persamaan atau simile
Majas ini mengandung perbandingan yang bersifat eksplisit. Yang dimaksud dengan perbandingan yang bersifat eksplisit adalah langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Untuk itu, ia memerlukan upaya yang secara eksplisit menunjukkan kesamaan itu, yaitu kata-kata: seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana, dansebagainya. Contoh:
a. Kikirnya seperti kepiting batu.
b. Mukanya merah laksana kepiting rebus.
7. Metafora
Majas ini semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat: bunga bangsa, buaya darat, buah hati, cindera mata, dan sebagainya. Makna sebuah metafora dibatasi oleh sebuah konteks. Contoh:
Perahu itu menggergaji ombak.
8. Personifikasi
Majas kiasan yang menggambarkan benda-benda mati seolaholah memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Personifikasi (penginsanan)
merupakan suatu corak khusus dari metafora, yang mengiaskan benda-benda mati bertindak, berbuat, berbicara seperti manusia.
Contoh:
a. Angin yang meraung di tengah malam yang gelap itu menambah lagi ketakutan kami.
b. Kata-katanya tajam seperti mata pisau.
9. Ironi atau sindiran
Majas ini ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya. Contoh:
a. Saya tahu Anda adalah seorang gadis yang paling cantik di dunia ini yang perlu mendapat tempat terhormat!
b. Kamu datang sangat tepat waktu, sudah 5 mobil tujuan kita melintas.
10. Sinisme
Sinisme adalah sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Contoh:
Tidak diragukan lagi bahwa Andalah orangnya, sehingga semua kebijaksanaan terdahulu harus dibatalkan seluruhnya!
11. Sarkasme
Majas ini lebih kasar dari ironi dan sinisme. Majas sarkasme mengandung kepahitan dan celaan yang getir. Contoh:
a. Mulut harimau kau!
b. Lihat sang Raksasa itu! (maksudnya si Cebol)
12. Sinekdoke
Semacam bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan (pars pro toto) atau
mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian (totem pro parte). Contoh:
a. Setiap kepala dikenakan sumbangan sebesar Rp 1.000,00 (pars pro toto).
b. Pertandingan sepak bola antara Indonesia melawan Malaysia berakhir dengan kemenangan Indonesia (totem pro parte).
13. Hiperbola
Majas yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu hal. Contoh:
a. Kemarahanku sudah menjadi-jadi hingga hampir meledak kepalaku.
b. Sudilah tuan mampir di gubuk sederhana saya.
14. Eufimisme
Majas yang menyatakan sesuatu dengan ungkapan yang lebih halus. Contoh:
a. Untuk menjaga kesetabilan ekonomi, pemerintah menetapkan kebijakan penyesuaian harga BBM. (kenaikan harga).
b. Untuk mengatasi masalah keuangan, perusahaan itu merumahkan sebagian karyawannya. (mem-PHK).
15. Litotes
Majas yang menyatakan sesuatu lebih rendah dengan keadaansebenarnya. Contoh:
Apalah artinya saya ini, sedikit yang bisa saya sumbangkan
bagi generasi bangsaku.
16. Retoris
Majas ini berupa pertanyaan yang tidak menuntut suatu jawaban.
Contoh:
Bukankah kita ini bangsa yang beragam adat, suku, dan
budaya, mengapa hendak diseragamkan?
 
          Puisi, menurut KBBI, adalah 1 ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusun-an larik dan bait; 2 gubahan dalam bahasa yang bentuknya dipilh dan ditata secara cermat sehingga mem-pertajam kesadaran orang akan pe-ngalaman dan membangkitkan tang-gapan khusus lewat penataan bunyi; 3 sajak.                                                                                                                                                                                                                                                         Unsur-unsur pembangun puisi. Unsur-unsur pembangun puisi dapat dikelompokkan menjadi dua golongan besar, yaitu lapis
struktur/bentuk puisi dan lapis makna puisi.                                                                                                                                                                                                                                                                                                             Lapis Struktur Puisi
Simak dan perhatikanlah penggalan puisi berikut ini!                                                                                                                                                                                                                                                                                           Pulau Pandan jauh di tengah
Di balik pulau Angsa Dua
Hancur badan di kandung tanah
Budi baik terkenang jua                                                                                                                                                                     
DOA (Chairil Anwar)                                                                                                                                                        
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh
Mengingat kau penuh seluruh
................................................... 
                                                                                                                                                                                HAMPA (Chairil Anwar)                                                                                                                                                    
Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut.
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi
……………………………………                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                     Jika Anda amati ketiga kutipan puisi di atas, terlihat adanya perulangan bunyi-bunyi yang sama yang mengarah pada suatu irama tertentu. Persamaan bunyi pada puisi pertama yang dominan terletak di akhir baris. Perhatikan kata-kata: tengah, dua, tanah, jua. Persamaan bunyi tersebut mengarah pada bentuk rima berpeluk/berpaut. Pada puisi kedua terdapat persamaan bunyi pada kata-kata: Tuhanku, termangu, namaMu serta pada kata-kata: sungguh, seluruh. Persamaan bunyi tersebut menciptakan efek ritme yang dinamis, berbeda dengan puisi pertama yang menciptakan efek ritme yang statis. Puisi kedua menuansakan suasana ketertekanan batin, berat, sunyi, dan kesedihan. Demikian juga dengan puisi yang ketiga.

      LAGU GADIS ITALI
      Buat Silvana Maccari
       (Sitor Situmorang)                                                                                                                                                
Kerling danau di pagi hari
Lonceng gereja bukit Itali
Jika musimmu tiba nanti
Jemput abang di teluk Napoli.                                                                                                                                                   
Kerling danau di pagi hari
Lonceng gereja di bukit Itali
Sehari abang lalu pergi
Adik rindu setiap hari.
...........................................
                                                                                                                                                                                          Pada puisi di atas Anda temukan perulangan bunyi yang cerah seperti bunyi vokal i, e, a yang dominan dan adanya suasana kegembiraan serta kesenangan. Perulangan bunyi yang bernuansa cerah disebut euphony. Perulangan bunyi vokal o, u, atau diftong ou akan menimbulkan nuansa berat, ketertekanan batin, mengerikan, kebekuan, kesunyian, atau kesedihan yang disebut cacophony.
          Pengaruh bunyi/rima dalam puisi sangat besar, karena:
a. menciptakan nilai keindahan lewat unsur musikalitas dan kemerduan.
b. menuansakan suatu makna tertentu sebagai wujud rasa dan
sikap penyairnya.
c. menciptakan suasana tertentu sebagai perwujudan suasana batin
dan sikap penyairnya.
          Disamping penggunaan rima dan irama, dalam memahami puisi kita perlu memperhatikan lapis bentuk/struktur yang lain dari puisi, seperti: diksi, baris, enjabemen, bait, dan tipografi.
                                                                                                                                                                                          Lapis Makna Puisi
          Untuk memahami secara utuh sebuah puisi, di samping harus memahami lapis bentuk/struktur, kita perlu pahami lapis makna puisi serta unsur ekstrinsik yang turut mendukung; seperti biografi pengarang, latar sosial, budaya, politik saat puisi dibuat, dan sebagainya.
          Yang termasuk lapis makna dalam puisi adalah:
a. tema/sense adalah gagasan pokok yang diciptakan/dilukiskan oleh penyair melalui puisinya.
b. perasaan/feeling adalah sikap penyair terhadap tema yang dikemukakan dalam puisinya.
c. nada dan suasana/tone adalah sikap penyair terhadap pembaca/penikmat puisi.
d. amanat adalah pesan yang hendak disampaikan oleh penyair. Amanat seringkali tersirat di balik kata-kata yang disusun dan
    juga berada di balik tema yang diungkapkan. Seringkali amanat ini tidak disadari penyair.                                                      
Cermatilah puisi berikut ini!
          Perasaan Seni
Bagaikan banjir gulung-gemulung,
Bagaikan topan seruh-menderuh,
     Demikian rasa,
     datang semasa,
Mengalir, menimbun, mendesak, mengepung,
Memenuhi sukma, menawan tubuh.
Serasa manis sejuknya embun,
Selagu merdu dersiknya angin,
     Demikian rasa,
     datang semasa,
Membisik, mengajak, aku berpantun,
Mendayung jiwa ke tempat diingin.
Jika kau datang sekuat raksasa,
Atau kau menjelma secantik juita,
     Kusedia hati,
     Akan berbakti,
Dalam tubuh Kau berkuasa,
Dalam dada Kau bertakhta!
                                         (J.E. Tatengkeng)
                                                                                                                                                                                        Diksi
Pilihan kata yang tepat, padat dan kaya akan nuansa makna. Oleh karenanya perlu dipahami adanya simbol dan lambang yang dipilih penyairnya. Kata dapat menciptakan kesan imajinasi tertentu. Dalam hal ini penyair sering menggunakan majas.
        Baris
Baris dalam puisi berguna sebagai pencipta efek artistik dan pembangkit makna.
        Enjabemen
Pemenggalan yang cermat dan hubungan antarbaris. Ingat bahwa penyair memiliki hak licentia poetica.
        Bait
Bait dalam puisi (dalam satu bait yang terpenting adanya kesatuan makna).
        Tipografi
Lukisan bentuk dalam puisi, termasuk pemakaian huruf besar dan tanda baca sebagai upaya untuk mengintensifkan makna, rasa, dan suasana.
  
 
This is your new blog post. Click here and start typing, or drag in elements from the top bar.
 
          Apa yang menarik dari sejarah karya sastra kita? Salah satunya adalah kehadiran hikayat. Mungkin Anda telah mengenal  beragam hikayat. Namun, apakah sesungguhnya manfaat hikayat bagi manusia zaman dahulu?Hikayat adalah karya sastra Melayu lama berbentuk prosa yang berisi cerita, undang-undang, silsilah raja-raja, agama, sejarah, biografi, atau gabungan dari semuanya. Pada zaman dahulu, hikayat dibaca untuk melipur lara, membangkitkan semangat juang, atau sekadar meramaikan pesta. Sebagai prosa lama, hikayat memiliki ciri-ciri yang membedakannya dengan prosa baru atau prosa modern, di antaranya:

1. isi ceritanya berkisar pada tokoh raja dan keluarganya (istana sentris);
2. bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika tersendiri yang tidak sama dengan logika umum, ada juga yang menyebutnya                fantastis;
3. mempergunakan banyak kata arkais (klise). Misalnya, hatta, syahdan, sahibul hikayat, menurut empunya cerita, konon, dan
    tersebutlah perkataan;
4. nama pengarang biasanya tidak disebutkan (anonim).
          Tema dominan dalam hikayat adalah petualangan. Biasanya, di akhir kisah, tokoh utamanya berhasil menjadi raja atau orang yang mulia. Oleh karena itu, alurnya pun cenderung monoton.
          Penokohan dalam hikayat bersifat hitam putih. Artinya, tokoh yang baik biasanya selalu baik dari awal hingga akhir kisah. Ia pun dilengkapi dengan wajah dan tubuh yang sempurna. Begitu pula sebaliknya, tokoh jahat selalu jahat walaupun tidak semuanya berwajah buruk.
          Contoh-contoh hikayat di antaranya "Hikayat Bayan Budiman",
"Hikayat Hang Tuah". "Hikayat Raja-Raja Pasai", "Hikayat Panji Semirang", serta "Hikayat Kalila dan Dimna".
          Berikut disajikan contoh teks hikayat, bacalah dengan saksama.

Hikayat Raja-Raja Pasai                                                                                 I
          Pemberian Nama Samudera Maka tersebutlah perkataan Merah Silu (diam) di Rimba Jerau itu. Sekali peristiwa pada suatu hari Merah Silu pergi berburu. Ada seekor anjing dibawanya akan perburuan Merah Silu itu, bernama si Pasai. Dilepaskannya anjing itu. Lalu, ia menyalak di atas tanah tinggi itu. Dilihatnya ada seekor semut, besarnya seperti kucing. Ditangkapnya oleh Merah Silu semut itu, lalu dimakannya. Tanah tinggi itupun disuruh Merah Silu tebas pada segala orang yang sertanya itu. Setelah itu, diperbuatnya akan istananya. Setelah itu, Merah Silu pun duduklah ia di sana; dengan segala hulubalangnya dan segala rakyatnya diam ia di sana. Dinamai oleh Merah Silu negeri itu Samudera, artinya semut yang amat besar (= raja); di sanalah ia diam raja
itu.

II
          Pembangunan Negeri Pasai Kata sahib al-hikayat: Pada suatu hari, Sultan Malik as-Saleh pergi bermain-main berburu dengan segala laskarnya ke tepi laut. Dibawanya seekor anjing perburuan bernama si Pasai itu. Tatkala sampailah Baginda itu ke tepi laut, disuruhnya lepaskan anjing perburuan itu. Lalu, ia masuklah ke dalam hutan yang di tepi laut itu. Bertemu ia dengan seekor pelanduk duduk di atas pada suatu tanah yang tinggi. Disalaknya oleh anjing itu, hendak ditangkapnya. Tatkala dilihat oleh pelanduk anjing itu mendapatkan dia, disalaknya anjing itu oleh pelanduk. Anjing itupun undurlah. Tatkala dilihat pelanduk,
anjing itu undur, lalu pelanduk kembali pula pada tempatnya. Dilihat oleh anjing, pelanduk itu kembali pada tempatnya. Didapatkannya pelanduk itu oleh anjing, lalu ia berdakap-dakapan kira-kira tujuh kali. Heranlah Baginda melihat hal kelakuan anjing
dengan pelanduk itu. Masuklah Baginda sendirinya hendak menangkap pelanduk itu ke atas tanah tinggi itu. Pelanduk pun lari; didakapnya juga oleh anjing itu. Sabda Baginda kepada segala orang yang ada bersama-sama dengan dia itu: "Adakah pernahnya kamu melihat pelanduk yang gagah sebagai ini? Pada bicaraku sebab karena ia diam pada tempat ini, itulah rupanya, maka
pelanduk itu menjadi gagah".  Sembah mereka itu sekalian: "Sebenarnyalah seperti sabda Yang Maha Mulia itu". Pikirlah Baginda
itu: "Baik tempat ini kuperbuat negeri anakku Sultan Malik at-Tahir kerajaan". Sultan Malik asSalehpun kembalilah ke istananya. Pada keesokan harinya Bagindapun memberi titah kepada segala menteri dan hulubalang rakyat tentera, sekalian menyuruh menebas tanah akan tempat negeri, masing-masing pada kuasanya dan disuruh Baginda perbuat istana pada tempat tanah tinggi itu. Sultan Malik as-Salehpun pikir di dalam hatinya, hendak berbuat negeri tempat ananda Baginda. Titah Sultan Malik as-Saleh pada segala orang besar: "Esok hari kita hendak pergi berburu". Telah pagi-pagi hari, Sultan Malik as-Salehpun berangkat naik gajah yang bernama Perma Dewana. Lalu berjalan ke seberang datang ke pantai. Anjing yang bernama si Pasai itupun menyalak. Sultan Malik as-Salehpun segera mendapatkan anjing itu. Dilihatnya, yang disalaknya itu tanah tinggi, sekira-kira seluas tempat istana dengan kelengkapan, terlalu amat baik, seperti tempat ditambak rupanya. Oleh Sultan Malik as-Saleh tanah tinggi itu disuruh oleh Baginda tebas. Diperbuatnya negeri kepada tempat itu dan diperbuatnya istana. Dinamainya Pasai menurut nama anjing itu. Ananda Baginda Sultan Malik at-Tahir dirayakan oleh Baginda di Pasai itu.

III
          Peminangan Seorang Sultan dan Perkawinannya Kemudian dari itu, Sultan Malik as-Saleh menyuruhkan Sidi ‘Ali Ghijas ad-Din ke negeri Perlak meminang anak Raja Perlak. Adapun Raja Perlak itu beranak tiga orang perempuan, dan yang dua orang itu anak gehara, dan seorang anak gundik, Puteri Ganggang namanya. Telah Sidi ‘Ali Ghijas ad-Din datang ke Perlak, ketiga ananda itu ditunjukkannya kepada Sidi ‘Ali Ghijas adDin. Adapun Puteri yang dua bersaudara itu duduk di bawah, anaknya Puteri Ganggang itu didudukkan di atas tempat yang tinggi, disuruhnya mengupas pinang. Dan akan saudaranya kedua itu berkain warna bunga air mawar dan berbaju warna bunga jambu, bersubang lontar muda, terlalu baik parasnya. Sembah Sidi ‘Ali
Ghijas ad-Din kepada Raja Perlak: "Ananda yang duduk di atas, itulah pohonkan akan paduka ananda itu". Tetapi Sidi ‘Ali Ghijas ad-Din tiada tahu akan Puteri Ganggang itu anak gundik Raja Perlak. Maka Raja Perlakpun tertawa gelak-gelak, seraya katanya:
"Baiklah, yang mana kehendak anakku". Sumber: Bunga Rampai Melayu Kuno, 1952 (dengan penyesuaian ejaan) Dari isi hikayat tersebut, Anda dapat menganalisis unsur intrinsik hikayat. Tema dalam hikayat tersebut berhubungan dengan kisah sebuah kerajaan dari mulai pemberian nama, pembangunan negeri, sampai hal-hal yang terjadi di negeri tersebut. Selanjutnya, tokoh tokoh yang ada dalam cerita tersebut adalah Sultan Malik asSaleh, Merah Silu, si Pasai (seekor anjing), Perma Dewana (seekor
gajah), Sidi ‘Ali Ghijas ad-Din, dan tokoh tambahan lainnya. Seperti halnya ciri hikayat, hikayat ini mengandung unsur perwatakan tokoh yang mempunyai kemampuan sempurna sebagai manusia. Ia adalah orang-orang istana yang berbeda dengan kehidupan orang banyak. Adapun latarnya adalah di Rimba Jerau dan Kerajaan Perlak. Alur cerita dalam hikayat tersebut merupakan alur standar hikayat, yaitu alur maju. Dalam hal ini, Anda dapat mengamati bahwa ada pembabakan cerita dari mulai penamaan
kerajaan sampai peminangan seorang putri raja. Dalam hikayat ini seakan tidak ada konflik yang menonjol antara pertentangan satu tokoh dengan tokoh lainnya. Sebagai karya tradisional, karya hikayat mempunyai sudut penceritaan orang ketiga (dia atau nama tokoh). Selanjutnya, gaya bahasa yang dipakai dalam bahasa ini adalah gaya bahasa Melayu yang berbeda gayanya dengan bahasa masa kini. Amanat yang hendak disampaikan adalah sebagai berikut.

1. Seorang raja adalah manusia yang sempurna dan memiliki kelebihan yang jauh berbeda dengan orang biasa.
2. Hal-hal kecil pun dapat membuat sejarah bagi perkembangan negeri. Dalam hal ini contohnya nama negeri yang berasal
    dari nama seekor anjing (Pasai).
3. Membina hubungan dengan negeri lain sangatlah diperlukan, contohnya dengan adanya perkawinan antaranggota kerajaan.

          Adapun mengenai unsur ekstrinsik hikayat ini, dalam keterangan di buku Perintis Sastra (1952), disebutkan bahwa hikayat sejarah ini terjadi pada zaman Sultan Malik as-Saleh. Hikayat ini dibuat sekitar abad ke-14. Hal lain yang berhubungan dengan unsur luar (ekstrinsik)sebuah hikayat ada kalanya sebagai legitimasi keberadaan sebuah
negeri atau keluarga raja. Hal ini sebagai tanda bahwa raja dan
negerinya dibuat dengan segala keajaiban di dalamnya yang tidak
bisa dilakukan oleh manusia biasa.