Diskusi bertujuan untuk memperoleh kesimpulan yang dapat disumbangkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan sumbangan pemikiran. Laporan kegiatan diskusi disampaikan dalam bentuk tertulis agar lebih jelas, lengkap, koherensif. Pihak yang membuat laporan diskusi adalah panitia penyelenggara/ pelaksana, sedangkan laporan ditujukan atau diserahkan kepada pihak yang membawakan panitia. Oleh pihak yang menerima laporan, hasil-hasil diskusi dapat ditindaklanjuti dengan cara memublikasikannya kepada khalayak umum.                                                                                                                               Laporan diskusi harus singkat, jelas, terperinci, dan lengkap. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pihak penerima laporan dalam menangkap kandungan pokok laporan. Sementara itu, isi laporan sebaiknya mencakup halhal penting penyelenggaraan diskusi. Hal-hal yang lazim terdapat dalam laporan diskusi adalah badan penyelenggara, tempat, waktu penyelenggaraan, tujuan, dan rumusan diskusi.
          Secara terperinci, unsur-unsur yang harus ada dalam laporan hasil diskusi adalah sebagai berikut.
     a. Pendahuluan, yang terdiri atas:
1) latar belakang pelaksanaan diskusi,
2) tujuan diskusi,
3) langkah-langkah persiapan.
     b) Uraian pelaksanaan, terdiri atas:
1) tempat dan waktu,
2) peserta,
3) prosesi jalannya diskusi,
4) rumusan hasil diskusi.
     c) Penutup, yang terdiri atas:
1) kesimpulan,
2) saran-saran.
     d) Lampiran

Perhatikan laporan diskusi yang lengkap dengan unsur-unsurnya berikut ini!
                                                                                                                                                                                                                      LAPORAN KEGIATAN DISKUSI
                                                      TEMA:
             SOLUSI PENCEMARAN LINGKUNGAN AKIBAT LIMBAH RUMAH TANGGA
                                             Diselenggarakan oleh:
        Mahasiswa Pencinta Alam FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta 1 Juni 2007
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pelaksanaan Diskusi
          Perkembangan iptek di berbagai bidang membuat perubahan di berbagai sektor kehidupan, khususnya lingkungan dan tatanan kehidupan, peradapan manusia, serta nilai-nilai budaya bangsa di Indonesia. Perubahan tersebut berimbas pula pada masalah-masalah lingkungan, baik skala besar maupun skala kecil, seperti rumah tangga. Keengganan warga mengolah sampah rumah tangga kadang kala berakibat fatal pada pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, perlu dicari solusi yang tepat untuk mengatasi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah rumah tangga.
          Di Indonesia, pencemaran lingkungan sudah menjadi masalah yang besar sehingga mengakibatkan terjadinya polusi dan perubahan nilainilai kehidupan dalam masyarakat, khususnya untuk sadar terhadap kebersihan lingkungannya. Pola kehidupan masyarakat kita sedang berubah dan bergerak dari agraris menuju masyarakat industrial, dari tradisional-statis menuju modern-dinamis, dari nilai lokal-daerah menuju nilai global-universal, dari keseragaman menuju keberagaman, dari satu nilai menuju serba nilai. Inilah wajah masyarakat kita yang sedang berubah akhir-akhir ini sebagai konsekuensi logis dari berlangsungnya era globalisasi dunia.
          Fenomena-fenomena perubahan transformasi sosial budaya dan lingkungan tersebut di atas tidak dapat dihindarkan lagi. Merujuk fenomena-fenomena di atas, maka dalam rangka memperingati hari Bumi se-Dunia tanggal 1 Juni, Mahasiswa Pencinta Alam FKIP UNS bekerja sama dengan Pusat Studi Lingkungan Hidup, menyelenggarakan diskusi. Kegiatan diskusi ini diharapkan dapat menjadi media ekspresi, dan berkolaborasi antara masyarakat pencinta, pemerhati, dan para ahli lingkungan untuk memadukan aneka pemikiran dalam upaya mewujudkan solusi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh sampah rumah tangga.
B. Tema
          Solusi pencemaran lingkungan akibat limbah rumah tangga                                                                           Subtema:
1. Ada apa dengan limbah rumah tangga?
2. Pemanfaatan teknologi dalam mengolah limbah rumah tangga.
3. Penanganan limbah rumah tangga yang efektif.
4. Pemasyarakatan teknik pengelolaan limbah rumah tangga.
5. Limbah rumah tangga dan penanganannya.
6. Peran media cetak dalam pemasyarakatan sadar lingkungan dan solusi penanganan limbah rumah tangga.
C. Tujuan
1. Menghimpun gagasan, pikiran, pendapat mengenai solusi pencemaran lingkungan akibat limbah rumah tangga serta                   impilkasinya terhadap kesehatan lingkungan.                                                                                                               2. Memperoleh informasi aktual mengenai pengelolaan limbah rumah tangga dari pencinta, pemerhati, dan ahli lingkungan.
3. Memperoleh masukan yang dapat dipertimbangkan dalam pengambilan kebijakan agar penanganan limbah rumah tangga
    lebih efektif.
D. Manfaat Diskusi
          Diskusi ini diharapkan dapat diperoleh hasil yang efektif dari para ahli lingkungan dalam pengelolaan limbah rumah tangga yang sering mengakibatkan pencemaran lingkungan.
                                BAB II PELAKSANAAN DAN HASIL DISKUSI
A. Pelaksanaan
1. Topik Diskusi dan Pembicara
     Dalam diskusi ini ditampilkan pembicara utama berikut.
a. Mr. John Custer (SIL-International-Indonesia) "Solusi Efektif Penangganan Limbah Rumah Tangga"
b. Dr. rer.nat. Sadjidan, M.Si. (Ketua Prodi Biologi Pascasarjana UNS) "Pengolahan Limbah Rumah Tangga dalam Perspektif
    Lingkungan Hidup"
c. Drs. Sugiyanto, M.Si.,M.Si. (Dosen Lingkungan Hidup Pascasarjana UNS) "Implementasi Teknik dan Strategi penanganan             Limbah Rumah Tangga di Masyarakat"
2. Peserta
1. Guru IPS dan Biologi SMP dan SMA.
2. Kepala sekolah SMP dan SMA
3. Mahasiswa S-1, S-2, san S-3 Geografi, Biologi, dan Kehutanan
4. Dosen Geografi, Biologi, dan Kehutanan
5. Pemerhati lingkungan Hidup
6. Peneliti dan praktisi lingkungan hidup
7. Mahasiswa Pencinta Alam
3. Waktu dan Tempat
          Diskusi ini dilaksanakan di Aula FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta, Jl. Ir. Sutami No. 36 A pada 1 Juni 2007 pukul 08.00 sd. 16.00 WIB
4. Penyelenggara
Mahasiswa Pencinta Alam FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta
B. Hasil Diskusi
1. Peserta
          Peserta dalam diskusi tanggal 1 Juni 2007 telah memenuhi target karena diikuti oleh sekitar 250 peserta. Padahal target semula ditargetkan hanya 150 peserta. Oleh karena itu, diskusi ini dianggap telah mencapai target.
2. Pelaksanan Diskusi
          Diskusi ini dibuka oleh Pembantu Dekan Tiga FKIP Universitas Sebelas Maret, Drs. Amir Fuady, M.Pd. Pelaksanaan diskusi sangat menarik dan apresiatif, baik dari pembicara dan peserta. Ketiga pembicara menyampaikan berbagai materi mengenai solusi
pencemaran lingkungan akibat limbah rumah tangga. Oleh karena itu, para peserta pun sangat antusias mengikuti diskusi ini.
3. Kendala-kendala
          Ada sedikit kendala terkait dengan LCD, akan tetapi dapat diatasi dengan baik.
                                 BAB III PENUTUP
A. Simpulan
         Kesimpulan dari kegiatan diskusi ini telah dilaksanakan dengan baik dan lancar. Simpulan diskusi ini adalah bahwa limbah rumah tangga harus dikelola secara baik dengan memanfatkan teknologi sederhana. Dengan demikian tidak mengakibatkan pencemaran lingkungan.
B. Saran
          Berdasarkan hasil diskusi selanjutnya, disarankan bahwa:
1. Diperlukan diskusi lebih lanjut dengan mendatangkan berbagi pihak untuk memperoleh hasil pemikiran yang lebih luas;
2. Dilakukan persiapan yang lebih maksimal.
          Demikianlah laporan kegiatan diskusi. Semoga bermanfaat dan segala kekurangan dan kelemahan dalam kegiatan ini diharapkan menjadi pengalaman yang berharga untuk kegiatan selanjutnya.
     Surakarta, 5 Juni 2007
          Ketua Panitia,
                 Ttd.
M. Yuma Arridhwan Adiputra
        NIM K12006009
 
          Frasa adalah kesatuan yang terdiri atas dua kata atau lebih yang masing-masing mempertahankan makna dasar katanya. Sebuah frasa mempunyai suatu unsur inti atau pusat, sedangkan unsur lain disebut penjelas. Contoh: petani muda, tepi sawah, dan lereng gunung. Kata petani, tepi dan lereng adalah unsur inti sedangkan muda, sawah, dan gunung disebut penjelas.          Penggolongan Frasa atau Kelompok Kata
Penggolongan frasa berdasarkan kelompok kata dapat dibedakan menjadi dua.
1. Frasa Endosentris
a. Frasa endosentris atributif terdiri atas inti dan penjelas.
Contoh:
Pelaku peledakan / sedang tersenyum
       inti penjelas / penjelas inti
Frasa pelaku peledakan disebut juga frasa atribut berimbuhan karena penjelasnya merupakan kata berimbuhan.
Contoh:
Masyarakat Indonesia / sangat mengecam/ tragedi berdarah tersebut.
            inti penjelas / penjelas inti          / inti penjelas
Tragedi berdarah disebut atribut berimbuhan karena penjelasnya merupakan kata yang berimbuhan.
b. Frasa endosentris koordinatif adalah frasa yang unsur pembentuknya merupakan kata yang sederajat kedudukannya.
Contoh:
Mereka menangis dan meratapi nasibnya.
c. Frasa endosentris apositif bersifat keterangan yang ditambahkan atau diselipkan.
Contoh:
Pak Andi, camat kami, sedang menghadiri pertemuan.
2. Frasa Eksosentris
Bila gabungan tersebut berlainan kelasnya dari unsur yang membentuknya. Kedua gabungan kata tersebut tidak dapat dipisahkan karena merupakan satu kesatuan.
Contoh :
- Ia pergi ke Bandung bersama ayah.
- Ia pergi ke sekolah tanpa pamit kepada ayah.
- Ia bekerja sebagai guru.                                                                                                                                 Penggolongan Frasa Berdasarkan Kelas Kata
Selain klasifikasi berdasarkan inti atau pusat, frasa juga dapat dibedakan berdasarkan kelas kata yang menjadi inti frasa tersebut.
1. Frasa Nominal, inti frasanya adalah kata benda.
Contoh: rumah besar, pengetahuan umum, dan guru baru.
2. Frasa Verbal, inti frasanya adalah kata kerja.
Contoh: bertanam sayur, menerima tamu, dan membaca berita.
3. Frasa Adjektival, bila inti frasanya ber-bentuk kata sifat.
Contoh: sangat tinggi, sangat menakjubkan, dan cantik sekali.
4. Frasa Preposisional, bila intinya di bawah pengaruh sebuah preposisi.
Contoh: dengan senjata tajam, ke sekolah, bagi ayah saya, dan dari pasar.                                                                        Selain contoh di atas, frasa juga dapat dibedakan atas:
1. Frasa setara, bila kedudukan kata-katanya sederajat.
Contoh: ayah ibu, kakak adik, dan suami istri.
2. Frasa bertingkat, bila gabungan kata itu ada yang menjadi inti.
Contoh: rumah itu, petani muda, dan sangat nakal.
Berikut ini frasa Nominal yang diperluas.
1. Diperluas dengan meletakkan kata penggolong di depannya.
Contoh: lima ekor ayam, beberapa butir telur, dan sepucuk surat.
2. Diperluas dengan kata penunjuk ini atau itu.
Contoh: baju merah itu, rumah mewah ini, dan mobil bagus ini.
3. Diperluas dengan kata yang.
Contoh:
- Orang yang malas itu akhirnya kehilangan pekerjaan.
- Celana dia yang kuning dibeli di Singapura.
4. Diperluas dengan menambahkan aposisi.
Contoh:
- Indonesia, negara yang kita cintai, sedang dilanda musibah.

 
          Proses morfologis ialah proses pembentukan kata-kata dari satuan lain yang merupakan bentuk dasarnya. Bentuk dasar dapat berupa kata atau frasa.Proses morfologis ialah proses pembentukan kata-kata dari satuan lain yang merupakan bentuk dasarnya. Bentuk dasar dapat berupa kata atau frasa.Pembentukan kata berdasarkan proses morfologis sebagai berikut.
1. Afiksasi adalah proses pembentukan kata dengan menambahkan imbuhan.
Contoh:
pukul -> di + pukul ->dipukul
makan ->makan + an ->makanan
hujan ->ke + an + hujan ->kehujanan
2. Reduplikasi atau proses pengulangan adalah proses pembentukan kata dengan mengulang satuan bahasa baik secara keseluruhan maupun sebagian.
Contoh:
rumah ->rumah-rumah
berjalan ->berjalan-jalan
pukul ->pukul-memukul
3. Komposisi atau pemajemukan (perpaduan) adalah penggabungan dua kata atau lebih dalam membentuk kata.
Contoh:
kepala + batu ->kepala batu
mata + pelajaran ->mata pelajaran
Selain pembentukan kata secara morfologis, ada juga pembentukan kata secara nonmorfologis. Pembentukan kata secara nonmorfologis dapat berupa abreviasi ataupun perubahan bentuk kata.
1. Abreviasi
Abreviasi adalah proses penanggalan satu atau beberapa bagian kata atau kombinasi kata sehingga jadilah bentuk baru. Kata lain
abreviasi ialah pemendekan. Hasil proses abreviasi disebut kependekan. Bentuk kependekan dalam bahasa Indonesia muncul
karena terdesak oleh kebutuhan untuk berbahasa secara praktis dan cepat. Kebutuhan ini paling terasa di bidang teknis, seperti cabangcabang ilmu, kepanduan, dan angkatan bersenjata.
Jenis abreviasi sebagai berikut.
a. Singkatan yaitu salah satu hasil proses pemendekan yang berupa huruf atau gabungan huruf, baik yang dieja huruf demi huruf, seperti: FSUI (Fakultas Sastra Universitas Indonesia), DKI (Daerah Khusus Ibukota, dan KKN( Kuliah Kerja Nyata), maupun yang tidak dieja huruf demi huruf, seperti: dll. (dan lain-lain), dgn. (dengan), dst. (dan seterusnya).
b. Penggalan yaitu proses pemendekan yang menghilangkan salah satu bagian dari kata seperti: Prof. (Profesor) Bu (Ibu) Pak (Bapak)
c. Akronim, yaitu proses pemendekan yang menggabungkan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai sebuah kata yang memenuhi kaidah fonotaktik Indonesia, seperti:
FKIP /fkip/ dan bukan /ef/, /ka/, /i/, /pe/
ABRI /abri/ dan bukan /a/, /be/, /er/, /i/
AMPI /ampi/ dan bukan /a/, /em/ /pe, /i/
d. Kontraksi, yaitu proses pemendekan yang meringkaskan kata dasar atau gabungan kata, seperti: 
tak dari tidak
sendratari dari seni drama dan tari
berdikari dari berdiri di atas kaki sendiri
rudal dari peluru kendali
e. Lambang huruf, yaitu proses pemendekan yang menghasilkan satu huruf atau lebih yang menggambarkan konsep dasar
kuantitas, satuan atau unsur, seperti:
g (gram)
cm (sentimeter)
Au (Aurum)
Sumber: Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia, Harimurti Kridalaksana, 1992, Gramedia Pustaka Utama
2. Perubahan Bentuk Kata
Proses pembentukan kata melalui perubahan bentuk kata dapat disebut proses pembentukan kata secara nonmorfologis. Macammacamperubahan bentuk kata sebagai berikut.
a. Asimilasi adalah gejala dua buah fonem yang tidak sama dijadikan sama.
alsalam -> asalam
ad similatio ->asimilasi
b. Disimilasi adalah proses perubahan bentuk kata dari dua buah fonem yang sama dijadikan tidak sama.
vanantara (Skt) ->belantara
citta (Skt) ->cipta
c. Diftongisasi adalah proses suatu monoftong yang berubah menjadi diftong.
anggota ->anggauta
teladan ->tauladan
d. Monoftongisasi adalah proses suatu diftong yang berubah menjadi monoftong.
pulau ->pulo
sungai ->sunge
danau ->dano
e. Haplologi adalah proses sebuah kata yang kehilangan suatu silaba (suku kata) di tengah-tengahnya.
Samanantara (Skt: sama + an + antara) ->sementara
budhidaya ->budaya
mahardika (Skt: maha + ardhika) ->merdeka                                                                                                                  f. Anaptiksis (= suara bakti) adalah proses penambahan bunyi dalam suatu kata guna melancarkan ucapannya.
sloka ->seloka
glana ->gelana, gulana
g. Metatesis adalah proses perubahan bentuk kata dari dua fonem dalam sebuah kata yang bertukar tempatnya.
padma ->padam (merah padam = merah seperti padma:
padma = lotus merah)
drohaka ->durhaka
prtyaya ->percaya
arca ->reca
banteras ->berantas
h. Aferesis adalah proses suatu kata kehilangan satu atau lebih fonem pada awal katanya.
adhyasa ->jaksa
upawasa ->puasa
i. Sinkop adalah proses suatu kata kehilangan satu fonem atau lebih di tengah-tengah kata tersebut.
domina ->dona
listuhaju ->lituhayu
j. Apokop adalah proses suatu kata kehilangan suatu fonem pada akhir kata.
pelangit ->pelangi
possesiva ->posesif
k. Protesis adalah proses suatu kata mendapat tambahan satu fonem pada awal kata.
lang ->elang mas ->emas
smara ->asmara stri ->istri
l. Epentesis (= mesogoge) adalah proses suatu kata mendapat tambahan suatu fonem atau lebih di tengah-tengah kata.
akasa ->angkasa gopala (Skt) ->gembala
jaladhi ->jeladri racana (Skt) ->rencana
m. Paragog adalah proses penambahan fonem pada akhir kata:
hulubala ->hulubalang ana ->anak
ina ->inang kaka ->kakak
Sumber: Tatabahasa Indonesia, Gorys Keraf, 1970


 
          Pengalaman adalah kejadian atau peristiwa yang pernah dialami. Selain pengalaman, Anda dapat menceritakan kembali kejadian atau peristiwa yang Anda lihat. Langkah-langkah menceritakan kembali pengalaman atau kejadian seperti di bawah ini.
1. Mengingat pengalaman yang pernah Anda alami atau kejadian yang Anda lihat.                                                               2. Mencatat hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman atau kejadian yang akan disampaikan. Gunakan pedoman berikut untuk       menuliskan pengalaman Anda.
a. Siapa saja yang terlibat dalam pengalaman?
b. Pengalaman tentang apa yang Anda alami?
c. Di mana pengalaman tersebut terjadi?
d. Kapan pengalaman tersebut terjadi?
e. Mengapa Anda terkesan dengan pengalaman tersebut?
f. Bagaimana proses terjadinya pengalaman itu?
3. Mengembangkan catatan-catatan yang Anda buat menjadi cerita pengalaman yang menarik.
4. Menyampaikan cerita pengalaman atau kejadian yang pernah Anda alami. Gunakanlah ekspresi, intonasi, dan gaya penceritaan     yang tidak monoton (sama).
5. Menyampaikan kesan yang dirasakan terhadap pengalaman atau kejadian yang dilihat atau didengar. Kesan adalah sesuatu           yang terasa sesudah melihat atau mendengar sesuatu.
Contoh:
a. Kegiatan itu membuat saya bahagia. Saya sangat terkesan sekali.
b. Peristiwa itu menimbulkan kesan yang menakutkanku.
Hal-hal yang harus Anda perhatikan agar dapat bercerita dengan baik.
1. Mengingat-ingat urutan jalan cerita.
2. Menggunakan bahasa yang baik, jelas, dan mudah dipahami.
3. Menyampaikan cerita dengan ekspresi dan intonasi yang jelas.
4. Menghayati cerita.
5. Menyampaikan hikmah yang dapat diperoleh.

 
          Ringkasan merupakan penyajian singkat dari suatu karangan
asli, tetapi dengan tetap mempertahankan urutan isi dan sudut pandang
pengarang asli. Perbandingan bagian atau bab dari karangan
asli secara proporsional tetap dipertahankan dalam bentuknya yang
singkat itu.
Tujuan ringkasan adalah membantu seseorang memahami dan
mengetahui isi sebuah buku atau karangan. Dengan membuat ringkasan,
seseorang dibimbing dan dituntun untuk membaca karangan
asli dengan cermat dan menuliskan kembali dengan tepat. Untuk
membuat ringkasan yang baik, kita perlu membaca buku atau
karangan asli dengan cermat. Dengan membaca secara cermat, kita
dapat menangkap dan membedakan gagasan utama dengan gagasan
tambahan.
7.4.1 Cara Membuat Ringkasan
Beberapa pegangan untuk membuat ringkasan adalah sebagai
berikut.
1. Membaca naskah asli untuk menangkap kesan umum dan sudut
pandang pengarang.
2. Mencatat gagasan utama.
3. Membuat reproduksi, yaitu dengan menyusun kembali suatu
karangan singkat (ringkasan) berdasarkan gagasan utama.
4. Ketentuan tambahan:
a. Sebaiknya digunakan kalimat tunggal.
b. Bila mungkin, ringkas kalimat menjadi frasa, frasa menjadi
kata, rangkaian gagasan diganti dengan gagasan sentral saja.
c. Jumlah alinea tergantung dari besarnya ringkasan dan jumlah
topik utama yang akan dimasukkan dalam ringkasan.
d. Bila mungkin semua keterangan atau kata sifat dibuang.
e. Pertahankan susunan gagasan asli dan ringkas gagasangagasan
tersebut dalam urutan seperti urutan naskah asli.
f. Bila teks asli mengandung dialog, maka harus diubah ke dalam
bahasa tak langsung.
g. Penulis harus memperhatikan panjang ringkasan yang dibuat.
 
Pidato adalah 1) pengungkapan pikiran dalam bentuk kata-kata yang ditujukan kepada orang banyak; 2) wacana yang yang disiapkan untuk diucapkan di depan khalayak. (KBBI, 2001)
Tiga unsur yang berhubungan erat
dalam pidato adalah
1. pembicara (orator)
2. pendengar (audiens)
3. situasiLangkah-langkah Pidato
          Kemahiran berpidato diperoleh tidak dengan serta-merta, tetapi harus melalui latihan yang teratur dan berkelanjutan. Agar Anda dapat berpidato dengan baik, ada beberapa hal yang harus dipersiapkan.
1. Menyelidiki pendengar dengan mengajukan pertanyaan, misalnya: siapa pendengarnya, jenis kelamin, pendidikan dan lain-lain.
2. Memilih topik atau tema hendaknya disesuaikan dengan kemampuan diri, mempunyai arti atau kegunaan bagi pendengar dan       lain-lain.
3. Mengumpulkan bahan berdasarkan pengalaman, hasil penelitian, imajinasi, buku bacaan, media massa maupun media                   elektronik.
4. Membuat kerangka pidato, caranya sama dengan membuat kerangka karangan lainnya, yakni: pembuka, isi, dan penutup.
5. Mengembangkan pidato menjadi kerangka pidato.
6. Latihan oral dengan vokal yang tepat, dengan suara yang nyaring.
          Apabila hal-hal tersebut di atas benar-benar dipersiapkan, pasti tampil lebih percaya diri dan mantap dalam berpidato, khususnya bila kita berpidato secara resmi di depan publik.


          Metode Pidato ; Ada empat metode pidato.
1. Metode impromptu (serta-merta): berpidato tanpa persiapan
2 Metode naskah: dalam berpidato pembicara membaca teks/naskah yang telah dipersiapkan.
3. Metode hafalan: dalam berpidato, pembicara menyampaikan isi naskah pidato yang telah dihafalkan.
4. Metode ekstemporan (tanpa persiapan naskah): pidato dengan metode ini direncanakan dengan cermat dan dibuat                   catatan-catatan penting yang sekaligus menjadi urutan dalam uraian itu.
          Anda dapat menggunakan salah satu metode, dengan catatan, metode yang dipilih perlu dipertimbangkan atau disesuaikan dengan situasi serta pendengarnya. Analisis terhadap pendengar perlu mendapat porsi yang sama dengan persiapan diri seorang orator.Tujuan Pidato
          Tujuan pidato antara lain:
1. menyampaikan informasi (informatif),
2. menghibur/menyenangkan hati pendengar (rekreatif),
3. meyakinkan pendengar (argumentatif),
4. membujuk/mempengaruhi pendengar (persuasif).
          Agar pidato Anda dapat menarik minat dan perhatian pendengar perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. kemukakan fakta dengan jelas,
2. gunakan bahasa Indonesia yang baik sehingga mampu membangkitkan minat pendengar terhadap masalah yang kita                 sampaikan,
3. berbicara secara wajar dan terbuka,
4. sajikan materi dengan lafal dan intonasi yang tepat,
5. gunakan mimik dan gerak-gerik secara wajar.

 
          Wawancara, menurut KBBI, adalah 1 tanya jawab dengan seseorang (pejabat, dsb) yang diperlukan untuk dimintai keterangan atau pendapatnya mengenai suatu hal, untuk dimuat di surat kabar, disiarkan melalui radio, atau ditayangkan pada layar televisi; 2 tanya jawab disereksi (kepala personalia, kepala humas) perusahaan dengan pelamar pekerjaan; 3 tanya jawab peneliti dengan narasumber. 
          Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Wawancara                                                                                                           Kegiatan wawancara sebenarnya menjadi efektif dan efisien apabila Anda mengetahui teknik dan rencana wawancara dengan benar. Teknik wawancara bermacam-macam. Jika Anda melakukan wawancara terhadap seseorang, Anda dapat memakai teknik individual atau perorangan. Kegiatan wawancara ini bisa sedikit berbeda tergantung pada orang, tempat, waktu, dan hal yang dibicarakan.
          Sebelum melakukan wawancara perhatikan hal berikut.
1. Menghubungi orang yang akan diwawancara, baik langsung maupun tidak langsung dan pastikan kesediaannya untuk
    diwawancarai.
2. Persiapkan daftar pertanyaan yang sesuai dengan pokok-pokok masalah yang akan ditanyakan dalam wawancara. Persiapkan
    daftar pertanyaan secara baik dengan memperhatikan 6 unsur berita, yaitu 5W + 1H. Pada saat kegiatan wawancara                 berlangsung usahakan tidak terlalu bergantung pada pertanyaan yang telah disusun.
3. Berikan kesan yang baik, misalnya datang tepat waktu sesuai perjanjian.
4. Perhatikan cara berpakaian, gaya bicara, dan sikap agar menimbulkan kesan yang simpatik.
          Pada saat wawancara Anda perlu memperhatikan pegangan umum pelaksanaan wawancara berikut ini.
1. Jelaskan dulu identitas Anda sebelum wawancara dimulai dan kemukakan tujuan wawancara.
2. Mulai wawancara dengan pertanyaan yang ringan dan bersifat umum. Lakukanlah pendekatan tidak langsung pada persoalan,
    misalnya lebih baik tanyakan dulu soal kesenangan atau hobi tokoh. Jika dia sudah asyik berbicara, baru hubungkan dengan
    persoalan yang menjadi topik Anda.
3. Sebutkan nama narasumber secara lengkap dan bawalah buku catatan, alat tulis, atau tape recorder saat melakukan                 wawancara.
4. Dengarkan pendapat dan informasi secara saksama, usahakan tidak menyela agar keterangan tidak terputus. Jangan meminta
    pengulangan jawaban dari narasumber.
5. Hindari pertanyaan yang berbelit-belit.
6. Harus tetap menjaga suasana agar tetap informatif. Hormati petunjuk narasumber seperti “off the record”, “no comment”,
    dan lain-lain. Hindari pertanyaan yang menyinggung dan menyudutkan narasumber.
7. Harus pandai mengambil kesimpulan, artinya tidak semua jawaban dicatat.
8. Beri kesan yang baik setelah wawancara. Jangan lupa mohon diri dan ucapkan terima kasih dan mohon maaf!
9. Selain itu, kita harus mengetahui betul apa tujuan wawancara.

          Membuat Laporan Hasil Wawancara
          Anda telah membaca dua contoh laporan hasil wawancara. Contoh pertama merupakan laporan hasil wawancara dengan
penyajian narasi. Contoh kedua merupakan laporan hasil wawancara dengan penyajian dialog.
          Dari sudut jurnalistik, wawancara merupakan salah satu cara mencari bahan laporan paling menarik dan mengasyikkan. Pembaca mungkin berpikir bahwa wawancara menuntut kecakapan dan keterampilan yang tinggi serta kualitas tertentu dari pewawancara.
          Hal-hal yang harus diperhatikan agar tulisan hasil wawancara menarik bagi para pembaca.
1. Kata-kata yang diucapkan narasumber hendaknya ditulis apa adanya. Hal ini akan membuat cerita tersebut hidup. Seolaholah
    narasumber langsung bercerita pada setiap pembaca. Keterangan mengenai keadaan sekitar narasumber membantu
    pembaca untuk melihat narasumber ketika diwawancarai.
2. Kejadian-kejadian, keterangan-keterangan, dan pendapatpendapat yang diberikan narasumber mempunyai bobot terhadap
    tulisan, namun usahakanlah agar lebih jeli dalam penyampaiannya.
3. Wawancara menjadi efektif jika tujuan pewawancara jelas, yaitu untuk memberi informasi, hiburan, bimbingan praktis, atau
    laporan.
4. Penyajian hasil wawancara sebenarnya tergantung pada pewancara, bisa berupa narasi, dialog, esai, deskripsi, dan sebagainya.
          
 
     Bahasa baku adalah bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang berlaku. Pedoman yang digunakan adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), Pedoman Pembentukan Istilah, dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Bahasa yang tidak mengikuti kaidahkaidah bahasa Indonesia disebut bahasa tidak baku. Fungsi bahasa baku ialah sebagai pemersatu, pemberi kekhasan, pembawa kewibawaan, dan kerangka acuan. Ciri-ciri ragam bahasa baku, yaitu, sebagai berikut.

1. Digunakan dalam situasi formal, wacana teknis, dan forum-forum resmi seperti seminar atau rapat.

2. Memiliki kemantapan dinamis artinya kaidah dan aturannya tetap dan tidak dapat berubah.

3. Bersifat kecendekiaan, artinya wujud dalam kalimat, paragraf, dan satuan bahasa yang lain

    mengungkapkan penalaran yang teratur.

4. Memiliki keseragaman kaidah, artinya kebakuan bahasa bukan penyamaan ragam bahasa,

    melainkan kesamaan kaidah.

5. Dari segi pelafalan, tidak memperlihatkan unsur kedaerahan atau asing.

 
Apa jadinya dunia jika karya ilmiah tidak ada? Dengan karya ilmiah, kita dapat mengetahui karya tulis orang lain sekaligus menghargai karya tulis orang lain. Ada beragam sumber rujukan yang dapat diambil dari penge tahuannya. Selain itu, memahami dan mengenal sumber rujukan akan membawa Anda dalam keyakinan bahwa ilmu terus berkembang. Oleh sebab itu, kita menjaga dan mengembangkannya dengan menulis.

1. Daftar Pustaka

Daftar pustaka dikenal juga sebagai referensi, bibliografi, sumber acuan, atau sumber rujukan. Daftar pustaka adalah susunan sumber informasi yang umumnya berasal dari sumber tertulis berupa buku-buku, makalah, karangan di surat kabar, majalah, dan sejenisnya. Semua sumber bacaan itu berhubungan erat dengan karangan yang ditulis.
Daftar pustaka ditempatkan pada bagian akhir karangan dan ditulis pada halaman tersendiri. Daftar pustaka disusun berdasarkan urutan abjad nama penulis (alfabetis) dan tidak menggunakan nomor urut.

Ketentuan penulisannya sebagai berikut.

a. Buku

1) Jika penulisnya satu orang, penulisan nama belakang penulisnya (jika terdiri atas dua kata atau lebih) dipindahkan ke depan. Misalnya, Yogi Yogaswara menjadi Yogaswara, Yogi.

Contoh:

Yogaswara, Yogi. 2000. Teknik Menulis Cerita Anak. Bandung. CV Aneka.

2) Jika penulisnya dua atau tiga orang, nama penulis pertama
ditulis terbalik, sedangkan yang lainnya tetap.

Contoh:

Warsidi, Edi dan Eriyandi Budiman. 1999. Teknik Menulis Naskah Film untuk Anak-Anak. Bandung: Katarsis.

3) Jika penulisnya lebih dari tiga orang, hanya satu orang yang dituliskan, kemudian ditambah keterangan dkk. (dan kawan-kawan).

Contoh:

Sugono, Dendy dkk. 2003. Kamus Bahasa Indonesia Sekolah Dasar. Jakarta: Gramedia.

4) Jika beberapa buku dari penulis yang sama kita rujuk, urutan daftar pustaka tidak mengulang nama penulisnya. Pada urutan kedua dan selanjutnya, nama penulis diganti dengan garis delapan ketukan.

Contoh:

Ismail, Taufiq (ed.) dkk, 2002. Horison Sastra Indonesia 1, Kitab Puisi. Jakarta: Horison & The
Ford Foundation.

––––––––, 2002. Horison Sastra Indonesia 2:, Kitab Cerpen. Jakarta: Horison & The Ford Foundation.

5) Jika tahun terbit tidak dicantumkan, tahun terbitnya diganti
dengan tulisan tanpa tahun (tt).

Contoh:

Maulana, Dodi. tanpa tahun. Beternak Unggas. Bandung: CV Permata.

b. Surat Kabar

1) Jika berupa berita, urutannya yaitu nama koran (dicetak miring) dan penanggalan.

Contoh:

Kompas (harian). Jakarta, 20 Februari 2005. Kedaulatan Rakyat (harian). Yogyakarta, 15 Maret 2005.

2) Jika berupa artikel urutannya yaitu nama penulis (seperti pada buku), tahun terbit, judul artikel (diapit tanda petik dua), nama koran, tanggal terbit.

Contoh:

Saptaatmaja, Tom S. 2005. "Imlek, Momentum Untuk Rekonsiliasi." Koran Tempo, 11 Maret 2005.

c. Majalah

Sama dengan surat kabar, tetapi di belakang nama majalah ditambahkan nomor edisi.

Contoh:

Kleiden, Ignas. 2005. "Politik Perubahan Tanpa Perubahan Politik." Tempo No. 50 tahun XXXIII.

d. Lembaran Kerja dari Lembaga Tertentu

Contoh:

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1990. Pedoman Surat Dinas. Jakarta: P3B.

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kurikulum 2004: Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta.


e. Makalah yang Tidak Diterbitkan

Setelah kota tempat penulisan, tidak terdapat nama penerbit.

Contoh:

M.I. Sulaeman. (1985). Suatu Upaya Pendekatan Fenomenologis Situasi Kehidupan dan Pendidikan dalam Keluarga dan Sekolah. Disertasi Doktor FPS, IKIP Bandung: tidak
diterbitkan.

Berikut ini contoh daftar pustaka yang ada dalam sebuah buku.

Ali, Lukman. 1989. Berbahasa Baik dan Berbahasa dengan Baik. Bandung: Angkasa.

Arifin, E. Zaenal. 1985. "Perihal Surat-menyurat Resmi Indonesia Baru". Bahan Ceramah Penataran Tenaga Administrasi Universitas Indonesia. Jakarta: tidak diterbitkan.

________. 1986. "Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan". Bahan Ceramah Pusdiklat RRI, Departemen Penerangan. Jakarta: tidak diterbitkan.

________. 1987. "Struktur Bahasa Indonesia: Kata dan Kalimat". Bahan Ceramah Penataran Bahasa Indonesia, Badan Tenaga Atom Nasional. Jakarta: tidak diterbitkan.

Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai. 1990. Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Cetakan IV. Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa.

________. 1989. Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Surat Dinas. Cetakan IV. Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa.

________. 1990. Penulisan Karangan Ilmiah dengan Bahasa Indonesia yang Benar. Cetakan III. Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa.

Badudu, J.S. 1979. Pelik-Pelik Bahasa Indonesia. Cetakan IX. Bandung: Pustaka Prima.

________. 1980. Membina Bahasa Indonesia Baku. Seri I. Bandung: Pustaka Prinia.

________. 1980. Membina Bahasa Indonesia Baku. Seri 2. Bandung: Pustaka Prima.

________. 1983. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta: Gramedia.

Effendi, S. 1980. "Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Penulisan Karangan Ilmiah Populer". Majalah Pengajaran Bahasa dan Sastra Tahun VI Nomor 6. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Hadi, Farid. 1981. "Kesalahan Tata Bahasa". Bahan Ceramah Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Jakarta: tidak diterbitkan.

Hakim, Lukman dkk. 1978. "Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan". Seri Penyuluhan 9. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Halim, Amran. 1980. "Bahasa Indonesia Baku". Majalah Pengajaran Bahasa dan Sastra Tahun VI Nomor 4. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Keraf, Gorys. 1980. Komposisi. Ende-FIores: Nusa Indah.

Koentjaraningrat 1974. Kebudayaan, Mentalilet, dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.

Kridalaksana, Harimurti. 1975. "Beberapa Ciri Bahasa Indonesia Standar". Majalah Pengajaran Bahasa dan Sastra Tahun I Nomor 1. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Moeliono, Anton M. 1980. "Bahasa Indonesia dan Ragamragamnya: Sebuah Pengantar". Majalah Pembinaan Bahasa Indonesia Jilid I Nomor 1. Jakarta: Bhratara.

________. 1982. "Diksi atau Pilihan Kata: Suatu Spesifikasi di Dalam Kosakata". Majalah Pembinaan Bahasa Indonesia Jilid III Nomor 3. Jakarta: Bhratara.

________. 1989. Kembara Bahasa. Jakarta: Gramedia.
 
Karya tulis yang ditulis berdasarkan hasil penelitian disebut karya ilmiah.
Karya tulis ilmiah ialah tulisan atau karangan yang penyusunannya didasarkan pada kajian ilmu pengetahuan. Kajian tersebut biasanya dilakukan melalui kegiatan penelitian di laboratorium, di lapangan, atau penelitian kepustakaan.

Ciri-ciri karya tulis ilmiah:

1. menarik (masalah yang dibahas harus menarik)
2. objektif (harus sesuai dengan fakta yang ada)
3. sistematis (mudah dipahami/dimengerti pembaca)
4. argumentatif (dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya)
5. lugas (bahasa yang digunakan efektif dan logis)

Karya ilmiah yang lengkap biasanya terbagi menjadi tiga bagian besar, yakni

(1) bagian pelengkap pendahuluan,
(2) Bagian isi atau pembahasan, dan
(3) bagian pelengkap penutup.

Bagian pelengkap pendahuluan terdiri atas: halaman judul, halaman motto, halaman pengesahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, arti lambang dan singkatan, dan abstrak.

Bagian isi atau pembahasan terdiri atas bab pendahuluan yang meliputi:

(1) latar belakang,
(2) perumusan masalah,
(3) ruang lingkup masalah,
(4) tujuan penulisan,
(5) metode penelitian, dan
(6) sistematika penulisan; bab pembahasan; dan bab kesimpulan dan saran.

Bagian pelengkap penutup antara lain, daftar pustaka, lampiran, indeks, daftar istilah, dan riwayat penulis.

* Kata pengantar berfungsi sebagai surat pengantar kepada pembaca yang isinya berbagai hal mengenai karya tulis tersebut.

* Daftar Isi merupakan gambaran isi secara singkat. Judul-judul Bab ditulis dengan huruf kapital, judul-judul subbab ditulis dengan huruf kecil kecuali huruf awal dari kata-kata yang penting.

* Abstrak berisi garis besar dari karya tulis. Isinya lebih singkat daripada kesimpulan.

* Bab pendahuluan berfungsi untuk menarik perhatian pembaca dan memberikan arahan terhadap masalah-masalah yang akan diuraikan. Pada bagian ini biasanya diuraikan tentang: latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

* Bab Pembahasan/ isi merupakan tubuh karangan yang mempunyai bagian yang sangat esensial. Dalam bagian ini terdapat semua masalah yang dijabarkan secara sistematis. Artinya dalam penyusunan harus beraturan dan konsisten. Pembagian bab ke subbab harus sesuai dengan tingkatan-tingkatan yang sederajat.

*Kesimpulan dan saran merupakan inti dari uraian yang telah dijelaskan dalam tubuh. Kesimpulan harus dirumuskan secara jelas dan tegas. Begitu pula dengan saran, kepada siapa saran ditujukan, dan kemungkinan adanya perbaikan.
* Daftar Pustaka merupakan sumber tertulis yang dijadikan acuan dalam pembahasan karya tulis atau daftar buku atau artikel yang menunjang hasil pengamatan penulis. Daftar pustaka biasanya memuat nama pengarang (dibalik), tahun terbit, judul buku (digarisbawahi atau dicetak miring), tempat penerbit, penerbit.

Cara menulis daftar pustaka yaitu...

1. Nama pengarang ditulis dengan mendahulukan nama akhir. Nama akhir (keluarga) ditulis lebih
dahulu dipisahkan dengan tanda koma dari nama pertama yang ditulis kemudian.
2. Tahun penerbitan (.)
3. Judul buku (.)
4. Kota penerbit (:)
5. Nama penerbit (.)

Contoh:

Keraf, Gorys. 1986. Komposisi. Jakarta: Gramedia.
Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. (ed.). 1997. Apresiasi Kesuasastraan. Jakarta: Gramedia.
Alwi, Hasan, dkk. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

* Lampiran disusun setelah daftar pustaka. Lampiran dapat berupa struktur organisasi, peta kelurahan, dll.

Kutipan

Kutipan adalah pencatatan sumber-sumber tertulis untuk menyusun sebuah karya tulis. Pencatatan sumber-sumber tertulis itu dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu kutipan, ringkasan, dan parafrase.
Menurut jenisnya, kutipan dapat dibedakan menjadi kutipan langsung dan kutipan tidak langsung. Kutipan langsung yang banyak barisnya tidak lebih dari empat baris ketikan dimasukkan ke dalam teks karya tulis dengan cara sebagai berikut:

1. kutipan itu diintegrasikan langsung dengan teks
2. jarak baris dengan baris sama dengan teks, yaitu dua spasi
3. kutipan itu diapit dengan tanda kutip
4. sesudah kutipan selesai, berilah nomor urut penunjuk catatan kaki yang diketika setengah spasi ke atas

Sedangkan kutipan tidak langsung berisi intisasri pendapat yang dikemukakan kembali dengan kata-kata sendiri. Oleh karena itu kutipan tidak langsung tidak boleh menggunakan tanda kutip.

Catatan kaki/footnote merupakan penjelasan sumber semua kutipan, baik kutipan langsung maupun kutipan tidak langsung diletakkan di kaki. Fungsi catatan kaki/footnote adalah sebagai berikut:

1. pembuktian atas sumber informasi
2. penghargaan kepada pengarang yang pendapatnya dikutip
3. pemberian keterangan tambahan untuk memperjelas pembahasan
4. penunjukan bagian lain dlam naskah

Catatan kaki berisi tentang nama pengarang, judul buku, (kota penerbit: nama penerbit, tahun terbit), halaman.

Mencermati unsur-unsur karya tulis

Karya tulis merupakan bentuk tulisan yang menyajikan data-data yang dianalisis berdasarkan teori-teori tertentu. Beberapa contoh karya tulis yang berkembang di kalangan siswa adalah artikel dalam surat kabar dan laporan siswa tentang suatu penelitian sederhana. Untuk menulis karya tulis kita perlu banyak membaca sumber-sumber yang kita butuhkan. Langkah berikutnya kita perlu membuat kerangka karya tulis. Berdasarkan kerangka itulah kita mengembangkan karya tulis.
Dalam sebuah karya tulis kita perlu memperhatikan ketepatan penggunaan ejaan, pilihan kata, logika, dan kepaduan paragraf. Hal tersebut perlu diperhatikan agar karya tulis tersebut memiliki komposisi yang baik. Komposisi yang baik akan memudahkan pembaca untuk memahami isinya.

Berikut ini contoh kasus yang lazim terdapat pada karya tulis

a. Para pengunjung berusaha menangkap uraian penjaga stan LVRI yang sudah tua itu. Pada kasus tersebut tampak adanya kesalahan penggunaan kata. Sebagai karya ilmiah, tulisan harus menggunakan kata-kata yang lugas. Penggunaan kata menangkap untuk objek uraian dapat mengaburkan konsep. Tulisan tersebut seharusnya ditulis: Para pengunjung berusaha memahami uraian penjaga stan LVRI yang sudah tua itu.

b. Sebab pertempuran berhenti, hujan turun dengan deras di bukit itu.
Masalah tersebut terjadi kesalahan penalaran. Dalam hubungan sebab akibat ada hal yang sudah harus menjadi kodrat harus menjadi penyebab, ada pula yang harus menjadi akibat. Untuk pertempuran dan hujan, hanya hujan yang dapat enghentikan pertempuran bukan sebaliknya pertempuran menyebabkan hujan.

Perbaikan kalimat tersebut seperti berikut ini.
Pertempuran berhenti sebab hujan turun dengan deras di bukit itu.

* Mencermati sistematika penulisan karya tulis
Secara garis besar, sistematika karya tulis mencakup pendahuluan, isi, dan penutup.
Sistematika semacam ini dapat dikembangkan sebagai berikut.

Bab I Pendahuluan

1. Latar Belakang Masalah
Latar belakang masalah menguraikan permasalahan yang melatarbelakangi dipilihnya
permasalahan tertentu.

2. Rumusan Masalah
Bagian ini menguraikan permasalahan yang berkenaan dengan penelitian yang
dilaksanakan.

3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan menguraikan maksud penulisan tersebut. Hendaknya diuraikan secara
singkat.

4. Metode Penulisan

5. Kegunaan Penulisan

6. Sistematika Penulisan

Bab II Pembahasan

Bab III Penutup
Pada bagian ini diuraikan kesimpulan dan saran.

Daftar Pustaka

Lampiran
Pada bagian ini dilampirkan: gambar, foto, tabel, brafik, denah, peta, diagram, dll